
Menurut Bupati Anne sorgum ini sering dikeluhkan karena dianggap sulit untuk menjual bijinya setelah dikembangkan petani. Padahal jika dikembangkan dalam bentuk-bentuk hasil UMKM maka nilainya ekonomisnya akan berkembang pesat.
Problemnya, ungkap Anne, para petani ini setelah memanen ingin langsung menjual hasil taninya tersebut. Padahal jika ada teknologi pangan yang mumpuni maka nilai jual sorgum pun akan juga meningkat.
“Selama ini sorgum hanya dihargai Rp 3000-3500 per kilogram untuk kering panen. Sedangkan untuk batangan harganya di kisaran Rp 300-400 per kilogram,” katanya.
Mengapa bisa murah seperti itu, lanjut Bupati Anne, karena kurangnya teknologi penunjang. Sorgum pun selama ini dijual begitu saja tanpa diolah lagi, bahkan jika susah dijual maka sorgum hasil tani ini hanya jadi pakan ternak.
“Karenanya kita berencana berkoordinasi dengan Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan terkait pengembangan produk dari sorgum ini. Kandungan sorgum sendiri sebenarnya jauh lebih baik daripada beras dan gandum,” katanya.