
“Bagi saya, pemimpin sejati lahir dari keteguhan prinsip. Sejak awal seharusnya ia berani berdiri tegak, bukan menunggu jaminan atau restu yang bersifat pragmatis. Bagaimana mungkin kader dididik dengan nilai keberanian, tetapi pemimpinnya justru memulai langkah dengan keragu-raguan?”, tambahnya.
Lebih jauh, Ghozin menyoroti kapasitas dasar yang seharusnya dimiliki seorang pemimpin IPNU. Menurutnya, ketidakfasihan membaca Al-Qur’an menjadi persoalan mendasar bagi seorang ketua cabang.
“Selain itu, ada hal mendasar yang membuat saya semakin prihatin: seorang Ketua Cabang tidak fasih dalam membaca Al-Qur’an. Bukankah Al-Qur’an adalah sumber nilai dan ruh perjuangan organisasi pelajar NU? Bagaimana mungkin seorang nahkoda besar tidak memiliki dasar yang kuat pada hal yang paling mendasar ini?”, tegasnya.
Menurutnya, meski Muhammad Parrozi pernah menjabat sebagai bendahara dan aktif di CBP, kiprahnya dinilai belum menunjukkan kualitas terbaik untuk menakhodai organisasi sebesar PC IPNU Purwakarta.







