
Kekecewaan kader, kata Ghozin, lahir dari rasa cinta dan tanggung jawab terhadap organisasi. Mereka menginginkan IPNU Purwakarta tampil lebih progresif, inovatif, dan dekat dengan basis pelajar.
“Yang kami khawatirkan, keputusan ini lebih bernuansa kompromi politik internal ketimbang visi kaderisasi yang kuat,” ujarnya
Selain itu, mereka juga menyoroti kurangnya kesempatan bagi kader-kader potensial lain yang memiliki rekam jejak kepemimpinan lebih konsisten.
Hal ini dinilai menjadi kemunduran, terutama bagi kader yang sudah lama ditempa dengan militansi sejak Makesta hingga Lakut.







