
Lebih lanjut, ia menilai pendekatan pengeluaran yang digunakan BPS sudah usang. Selama hampir lima dekade, pendekatan ini hanya mengalami sedikit perubahan, sementara realitas sosial dan ekonomi masyarakat telah bergeser secara signifikan.
“Jika data hanya dipoles untuk kepentingan pencitraan, kita kehilangan peluang untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran. Data seharusnya mencerminkan kenyataan, bukan sekadar menggambarkan prestasi,” tegasnya.
Kritik dari para ekonom ini menjadi peringatan penting, kemiskinan bukan hanya soal statistik, tapi juga soal martabat manusia.
Saat kebutuhan dasar sudah mencakup akses digital, transportasi, dan informasi, standar pengukuran pun harus ikut berkembang.
Jika tidak, kita akan terus memandang kemiskinan dari cermin yang buram dan membuat kebijakan yang salah arah. (red)