
“Di tingkat nasional sudah ada Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan, tetapi di Jawa Barat belum. Ini menjadi tugas kami di Komisi V agar KPAI dapat dibentuk di setiap daerah guna memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tutupnya.
Saat ini, Shela dan rekan-rekannya terus menyuarakan aspirasinya. Komentar seksis yang ia terima tidak mematahkan semangatnya, justru menjadi bahan bakar untuk terus memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender di ruang publik.
Aksi Demo ‘Indonesia Gelap’ di Purwakarta
Sejumlah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari kampus se-Purwakarta yang tergabung dalam Aliansi BEM Purwakarta menggelar aksi demonstrasi di sejumlah titik di Kabupaten Purwakarta dan kantor DPRD Kabupaten Purwakarta dan pada Jumat sore, 21 Februari 2025 lalu.
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan “Indonesia Gelap” yang menyuarakan tuntutan rakyat dan menolak kebijakan yang dianggap anti-rakyat.
Koordinator Aliansi BEM Purwakarta, Shela Amelia, menyampaikan bahwa aksi ini didorong oleh keprihatinan terhadap kondisi Indonesia yang dinilai semakin terpuruk.
Ia menilai pemerintah telah gagal memenuhi amanat konstitusi dan cita-cita kemerdekaan, dengan kebijakan-kebijakan yang justru menindas rakyat kecil.
“Indonesia tengah berada dalam kegelapan. Pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung rakyat justru menjauhkan diri dari amanat konstitusi dan cita-cita kemerdekaan,” ujar Shela.
Menurutnya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mencederai hak-hak rakyat. Mulai dari pemangkasan anggaran pendidikan hingga eksploitasi sumber daya manusia dan alam yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
“Kegelapan ini menyelimuti semua aspek kehidupan. Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, bahkan ruang demokrasi kian dipersempit,” tegasnya.
Dalam aksi ini, Aliansi BEM Purwakarta mengajukan delapan tuntutan utama:
- Cabut instruksi presiden nomor 1 tahun 2025 terkait efisiensi anggaran yang tidak berpihak pada rakyat!
- Kembalikan anggaran pendidikan pagu awal, naikkan anggaran pendidikan terutama dana operasional PTN-BH, PTS, dan Beasiswa!
- Perluas akses pendidikan tinggi kepada anak kelas buruh dan kaum tani yang selama ini dihalangi oleh biaya pendidikan yang tinggi!
- Realisasikan anggaran tukin dosen!
- Evaluasi total program Makan Bergizi Gratis!
- Efisiensi dan rombak kabinet Merah Putih!
- Hapuskan multi fungsi ABRI! Keterlibatan militer dalam sektor sipil berpotensi menciptakan represi dan menghambat kehidupan yang demokratis.
- Mendesak Presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintahan pengganti UU perampasan aset!
Shela menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang ada saat ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.
Pihaknya menilai pemotongan anggaran pendidikan, pengabaian kesejahteraan tenaga pendidik, hingga privatisasi pendidikan adalah bukti bahwa negara telah gagal menjalankan tanggung jawabnya untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Shela menekankan bahwa aksi ini bukan sekadar demonstrasi, tetapi juga gerakan moral untuk mengembalikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kami berjuang untuk Purwakarta dan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera, di mana hak, suara, dan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Setelah menggelar orasi di sejumlah titik dan di depan DPRD Kabupaten Purwakarta, massa aksi Indonesia Gelap akhirnya diizinkan masuk ke gedung wakil rakyat tersebut.
Sekitar pukul 18.00 WIB, perwakilan mahasiswa dari berbagai BEM kampus di Purwakarta itu diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Purwakarta, Entis Sutisna, bersama Dias Rukmana di ruang sidang gedung parlemen.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pimpinan DPRD Purwakarta itu menandatangani sejumlah tuntutan mahasiswa, yang selanjutnya akan diteruskan ke DPR RI.
“Tuntutan kawan-kawan mahasiswa akan kita teruskan ke lembaga yang lebih tinggi, dalam hal ini DPR RI,” ujar Entis Sutisna.(red)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di Jabarnews.com dengan judul: Silenced by Sexism, Shackled by Patriarchy: Democracy Unfriendly to Women