
Kandungan mineral seperti zat besi, seng, dan kalsium juga lebih tinggi dibanding daging sapi atau ayam. Kombinasi ini menjadikan tepung jangkrik berpotensi sebagai pangan fungsional yang mampu membantu mengatasi hidden hunger (kekurangan mikronutrien).
Dari sisi produksi, jangkrik memiliki efisiensi tinggi karena bersifat poikilothermic (berdarah dingin), sehingga energi yang mereka butuhkan untuk tumbuh jauh lebih kecil dibanding ternak konvensional.
Budidaya jangkrik dalam sistem terkontrol memungkinkan produksi dalam skala besar secara konsisten. Metode ini menghasilkan emisi yang rendah, memakai lahan sangat sedikit (bahkan bisa dilakukan secara vertikal), serta mendukung konsep ekonomi sirkular karena dapat memanfaatkan limbah pangan sebagai sumber pakan.
Namun, pihak pengembangan produk harus memastikan keamanan pangan agar produk berbasis jangkrik dapat berkembang secara berkelanjutan.







