
Kang Deni juga menerangkan adanya pemahaman konsep sejarah sebagai nilai juang yang perlu ditransformasi ke dalam bahasa modern sehingga peserta didik lebih tertarik.
“Anak-anak kita seharusnya disibukan dengan kegiatan produktif seperti berwirausaha, memicu semangat mereka dengan meneladani Nabi Muhammad SAW yang merupakan seorang ekportir, bukan lagi berbicara bahwa Rasul itu berdagang, karena Rasulullah pada masanya sudah melakukan transaksi jual beli antar negara,” beber dia.
Sementara, Ketua Yayasan Bina Alumni Mata Air yang juga sebagai pemateri pakar, Abdurrahman S. Fauzi, menyampaikan bahwa dalam melakukan upaya penguatan moderasi beragama haruslah dengan memahami antropologi SDM yang ada di wilayah tertentu.
“Mengapa paham esktrem dan radikalisme cepat menyebar, karena para pembawanya (yang mempengaruhi) tidak langsung secara gamblang menjelaskan kegiatan-kegiatan ekstrem, akan tetapi di awali dengan membicarakan minat target (orang) dan menjadikannya merasa ada kecocokan,” ungkap Abdurrahman.
Kegiatan ini, kata dia, juga merupakan pemantik dan pengingat bahwa kondisi yang tengah terjadi perlu diperhatikan dan dievaluasi.
“Apabila dibiarkan akan menjadi infeksi yang cepat menular. Maka dari itu, diharapkan kegiatan ini bisa menjadi langkah awal dalam menyebarluaskan paham moderasi beragama untuk mempertahankan warisan kemerdekaan dan keseimbangan yang diberikan oleh para pahlawan terdahulu,” pungkasnya.(Gin)