
Yosi berharap, Domyak bisa kembali dihidupkan sebagai kebanggaan Purwakarta. Ia mengajak pemerintah, komunitas budaya, dan generasi muda untuk turut serta menjaga nyala tradisi ini.
“Jangan biarkan Domyak hilang. Karena di balik bunyinya, ada doa, harapan, dan jati diri kita sebagai orang Purwakarta,” pungkasnya.
Berikut beberapa aspek utama dari seni tradisi Domyak:
- Asal-usul dan Perkembangan:
Domyak berakar kuat dalam budaya masyarakat Sunda Purwakarta. Ia bermula dari kepercayaan dan ritual lokal, lalu berkembang menjadi bentuk hiburan masyarakat tanpa kehilangan nilai spiritualnya. - Musik Pengiring:
Musik Domyak menggunakan alat-alat tradisional seperti gendang, gong, saron, bonang, dan terompet. Irama yang dimainkan penuh semangat dan dinamis, menciptakan nuansa sakral sekaligus meriah. - Tarian:
Gerakan tari dalam Domyak dimainkan oleh pria dan wanita dengan kostum berwarna-warni. Gerakannya ekspresif, enerjik, bahkan sering diselipi unsur humor dan improvisasi, menciptakan keterlibatan dengan penonton. - Teater/Drama:
Unsur teater Domyak menyajikan cerita rakyat, legenda, atau kisah-kisah bernuansa moral. Dialog-dialognya kerap disampaikan secara humoris, menjadikan pertunjukan ringan namun bermakna. - Pesan dan Fungsi:
Domyak tak sekadar hiburan; ia membawa nilai-nilai sosial, kritik budaya, serta pelestarian cerita rakyat. Ia menjadi media komunikasi masyarakat untuk menyampaikan harapan, protes, dan pelajaran hidup. - Kostum dan Tata Rias:
Para pemain mengenakan kostum yang mencolok dengan warna-warna cerah. Terkadang dilengkapi dengan rias wajah atau topeng khas untuk memperkuat karakter dalam pertunjukan.
Secara keseluruhan, Domyak adalah seni tradisi yang sarat makna, menjadi penghubung antara manusia, alam, dan nilai-nilai kearifan lokal.
Kini, dengan statusnya sebagai WBTB Indonesia, Domyak mendapat peluang baru untuk terus hidup, tumbuh, dan dinikmati lintas generasi. (red)